fad in news

Jumat, 30 Januari 2009

Pers dan Demokrasi

Pers dan Demokrasi

Demokrasi muncul menjadi suatu slogan emas yang digunakan sebagai salah satu tolak ukur keberadaban suatu bangsa. Bangsa yang tidak menjunjung tinggi demokrasi, sering kali dianggap sebagai bangsa yang tidak beradab. Salah satu nilai yang terkandung dalam demokrasi adalah kebebasan bagi setiap orang untuk berpendapat.

Lalu apa hubungan antara Pers dan Demokrasi? Kerap kali kita dengar bahwa pers merupakan pilar keempat (fourth estate) dari demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang berfungsi mengawasi cabang-cabang kekuasaan dalam kehidupan bernegara. Di masa lalu, eksistensi pers sebagai pilar keempat benar-benar dikebiri oleh rezim pemerintahan yang ablosut dan otoriter.

Belum terlupa dari ingatanku kasus pembredelan yang paling fenomenal yang dikenal di Tanah Air yaitu pembredelan yang menimpa Tempo, Editor, dan Detik pada 1994. Ketiganya diberangus rezim Orde Baru karena laporan investigatif atas berbagai kejanggalan terkait pembelian kapal perang eks Jerman yang banyak mengungkit-ungkap keterlibatan keluarga BJ Habibie –yang ketika itu menjabat sebagai menristek. Nampaknya hal yang sama dilakukan juga oleh Rezim Kepanitiaan OSMARU 2007.

Pembungkaman yang dilakukan oleh panitia OSMARU di atas sebenarnya menunjukkan kepada kita semua bahwa salah satu pilar penting demokrasi telah mereka robohkan. Apalagi bila pembungkaman ini disertai dengan ancaman-ancaman yang sering kali membuat insan pers ketakutan ketika harus menjadi seorang yang kritis. Apakah demokrasi di kampus ini akan digantikan dengan premanisme?

Nampaknya doktrin-doktrin Orde Baru masih juga bergentayangan di kampus ini dan menghantui kita semua. Doktrin yang menganggap bahwa jika kamu ingin berkuasa, maka perlakukan musuh-musuhmu dengan cara membungkam mulut mereka serta menjerat kaki dan tangan mereka sehingga mereka tidak akan membahayakan kekuasaanmu, bahkan bila perlu ancam dengan berbagai ancaman yang dapat membuat mereka ketakutan.
Pers dan Kebebasan Pers

Pascareformasi 1998 harus diakui bahwa pers Indonesia seperti mendapatkan kembali angin segar yang pada saat Rezim Orde Baru berkuasa tidak mereka dapatkan. Kebebasan Pers yang mereka cita-citakan akhirnya terwujud juga. Banyak hal yang pada era sebelum reformasi fit to print namun “membahayakan dan sensitif” sehingga tidak boleh diberitakan kini bebas diketahui masyarakat.

Istilah “Kebebasan Pers” sebenarnya dikonsepkan melalui suatu konklusi dari ketentuan Pasal 4 Ayat (2) dan (3) UU No 40/1999 beserta penjelasannya, yang pada intinya menyatakan bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan dan atau penekanan dalam upaya mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Ini yang juga ternyata telah diacuhkan oleh kepanitiaan OSMARU. Hak NOVUM sebagai Lembaga Pers Mahasiswa yaitu melakukan pemberitaan dan menyampaikannya kepada khalayak telah dikebiri sedemikian rupa oleh Panitia OSMARU 2007 sehingga NOVUM tidak diperkenankan menyebarluaskan Newsletter LEDAK kepada mahasiswa baru. Aku tidak tahu apakah Panitia OSMARU ini berisi orang-orang yang mengerti hukum atau tidak. Entahlah, mungkin saja mereka mengetahui bahwa kebebasan pers telah diatur dalam Undang-Undang. Tetapi kalau mengetahui, mengapa mereka bersikeras melarang beredarnya Newsletter LEDAK ke tangan mahasiswa baru?

Sikap-sikap arogan yang seperti itulah yang menurutku harus dihilangkan dari dalam diri kita semua. Kini sudah saatnya kita semua meninggalkan doktrin-doktrin peninggalan Rezim Orde Baru yang memangkas habis kebebasan berpendapat dan juga kebebasan pers. Hari ini dan esok, pintu demokrasi telah terbuka lebar. Sudah seharusnya kebebasan berpendapat dan kebebasan pers kita junjung tinggi. Setuju tidak?

Berpolitik, Mengapa tidak
IMM Berpolitik, Mengapa tidak
Wednesday, 09 July 2008
Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah adalah gerakan mahasiswa yang berderak pada bidang intelektual, keagamaan, dan sosial kemasyarakatan. Tidak aneh bila IMM memiliki orientasi pada gerakan politik, politik yang dimaksud disini bukanlah politik praktis yang selama ini kita lihat dalam kehidupan saat ini. Akan tetapi politik IMM dioriaentasikan pada gerakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar.

Politik dipilih karena politik sebagai salah satu solusi untuk memperbaiki kehidupan, dalam bahasa popular di kampus politik dapat menjadi jalur atau tangga bagi mereka bagi mereka yang ingin melakukan mobilitas sosial. Dalam kenyataannya politik memang dapat menjadi solusi tetapi juga malah menjadi sumber masalah, hanya saja potensi politik sebagai solusi jauh lebih besar peranannya ketimbang politik sebagai sumber masalah.
Kalau kita melihat Muhammadiyah sebagai induk dari IMM, telah mengalami persentuhan politik sejak dari awal perayarikatan didirikan, sudah menjadi fitrah bila IMM sebagai gerakan intelektual muda Muhammadiyah terjun kedalam dunia politik. Ki Bagus Hadikusumo adalah salah satu orang yang telah memberikan kontribusi besar pada percaturan politik nasional, beliau sedikit berbeda dalam mengartikan politik, arti politik baginya adalah menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan. Perjuangan politik harus menghasilkan kemerdekaan bagi bangsa, tanah air dan agama. Kemerdekaan harus mampu mencukupi hajat hidup rakyat, baik jasmani maupun rohani .

Pada kenyataanya muatan politik berada pada ranah praktis, politik selalu hadir dan muncul ambivalen yang sulit dihindari yaitu politik yang memiliki orientasi moral dan orientasi kekuasaan. Politik kekuasaan yang dimaksud adalah berupa perilaku dan tindakan serta putusan politik yang semata-mata memiliki orientasi jangka pendek untuk memperoleh kekuasaan semata. Asumsi yang dibangun dalam politik kekuasaan bahwa dengan kekuasaan seseorang atau sekelompok masyarakat akan memperoleh keuntungan materi secara mudah dan melimpah, popularitas yang tinggi dan hidup terjamin. Dalam format politik ini tidak ada orientasi pada perubahan.

Diperlukanlah politik moral sebagai kebalikan dari politik kekuasaan, kekuasaan politik dalam konteks politik moral ini tidaklahm menjadi tujuan akhir akan tetapi politik digunakan sebagai kendaraan dari cita-cita moral dan kemanusian. Politik moral memiliki tujuan yang mulia yaitu menjadikan politik sebagai ladang perunahan demi terdcapainya kehidupan berbangsa yang sejahtera .

Turunnya kaum intelektual muda dalam dunia politik memberikan signal positif bagi kehidupan bangsa. Noam Chomsky menyatakan bahwa intelektual berada dalam posisi untuk mengungkap kebohongan-kebohongan pemerintah, menganalisis tindakan tindakannya sesuai motif penyebab, motif serta maksud maksud yang sering tersembunyi didalamnya. Chomsky ingin menunjukkan bahwa intelektual sesungguhnya berperan dalam menyarakan kebenaran dan menguak kebohongan-kebohongan. Kaum intelektual yang bersekongkol dan turut memproduksi kejahatan bukanlah intelektual sejati Muncul pertanyaan, apakah kaum intelektual dengan intelektualitasnya mampu memanfaatkan demi kesejahteraan masyarakat? Atau justru sebaliknya mereka memilih membela kepentingan kelompok dan negara saja. Ada dua asumsi pokok yang perlu dikemukakan, pertama, kekuasaan politik memiliki daya tarik amat kuat dan sering kali mengimgkari hakikat nalar intelektualitas. Dalam masalah politik, inkonsistensi sikap sudah menjadi suatu kelaziman sehingga mereduksi integritas seseorang, tidak terkecuali kaum intelektual yang terlibat didalamnya. Kedua, akumulasi ilmu pengetahuan dalam suatu wilayah kekuasaan (sepertiyang tampak dalam komposisi kabinet) bisa memunculkan "otoritarianisme rasio" lewat tangan negara.

Sekelompok orang pintar yang memegang kekuasaan belum bisa dipastikan akan memerintah secara arif. Persekutuan ilmu pengetahuan dan politik sering di selewengkan untuk tujuan-tujuan pragmatis kekuasaan.

Dengan demikian pillihan kaum intelektual untuk memasuki dunia politik praktis bisa menjadi permakluman, prasyarat dalam hal ini adalah komitmen mereka dengan cita-cita luhur intelektualisme yang secara fitrah memihak pada kebenaran dan keadilan.

IMM sebagai gerakan intelektual yang memiliki orientasi pada gerakan sosial kemasyarakatan perlu diorientasikan pada politik, dalam artian orientasi bukan pada politik kekuasaan akan tetapi lebih diorientasikan pada politik moral. Sebuah kesalahan yang amat fatal apabila IMM menutup diri dari kacah politik, keterlibatan dalam dunia politik bukanlah suatu aib yang harus dihindari.

Para kader diarahkan pada proses pembacaan tentang realitas kehidupan. Yang dapat diambil dari politik ini adalah proses tarbiyah (pendidikan) karena pendidilan ini adalah solusi terbaik untuk merubah tatana kehidupan.

Pendidikan politik adalah usaha membentuk dan mengembangkan kepribadian politik yang sesuai dengan kultur politik yang benar pada orang yang kita didik, menumbuhkan kesadaran politik pada seseorang sehingga ia sadar dan mampu memperoleh kesadaran secara mandiri. Serta membentun dan menumbuhkan kemampuan untuk melakukan partisipasi politik secara efektif dalam menangani berbagai problematika umum masyarakat dalam bentuk partisipasi yang memungkinkan dan menghasilkan sebuah perubahan meuju kondisi lebih baik .
Penulis adalah : Pimipinan komisariat IMM Fakultas Adab Periode 2007/2008

Anshari Ritonga: UU Otonomi Daerah Tetap Diberlakukan

Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah tidak akan merevisi Undang-undang Nomor UU Nomor 22/1999 tentang Otonomi Daerah dan UU 25/1999 soal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebelum diberlakukan per 1 Januari 2001. Perbaikan kedua UU tersebut baru dilakukan jika ditemukan adanya kelemahan dalam peraturan tersebut. Dengan demikian usulan Badan Moneter Internasional (IMF) untuk membenahi aturan tersebut dengan alasan kontradiksi, dinilai tidak relevan. Pernyataan itu diungkapkan Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan Anshari Ritonga di Jakarta, baru-baru ini.

Sementara, Perwakilan IMF di Jakarta menilai, kedua dasar hukum itu saling bertolak belakang. Sebab, UU Otonomi Daerah memperbolehkan pemerintah daerah meminjam uang dari kreditur asing. Sebaliknya, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah hanya memperkenankan pinjaman dari pemerintah pusat. Memang, ada kontradiksi. Tetapi, menurut Anshari, sebaiknya UU tersebut diberlakukan dahulu. "Memang ada niat untuk memperbaiki. Tetapi, sebaiknya dilaksanakan dulu sehingga diketahui kekurangan untuk revisi yang paling baik," kata dia beralasan.

Anshari menambahkan, secara keseluruhan, isi kedua UU itu dinilai lebih memberikan ruang gerak bagi daerah dalam memecahkan kesulitan pendanaan. Maklum, selama ini, hal tersebut diatur diatur oleh pemerintah pusat.(TNA/Jufri Alkatiri dan Anto Susanto)


Anshari Ritonga: UU Otonomi Daerah Tetap Diberlakukan

Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah tidak akan merevisi Undang-undang Nomor UU Nomor 22/1999 tentang Otonomi Daerah dan UU 25/1999 soal Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebelum diberlakukan per 1 Januari 2001. Perbaikan kedua UU tersebut baru dilakukan jika ditemukan adanya kelemahan dalam peraturan tersebut. Dengan demikian usulan Badan Moneter Internasional (IMF) untuk membenahi aturan tersebut dengan alasan kontradiksi, dinilai tidak relevan. Pernyataan itu diungkapkan Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan Anshari Ritonga di Jakarta, baru-baru ini.

Sementara, Perwakilan IMF di Jakarta menilai, kedua dasar hukum itu saling bertolak belakang. Sebab, UU Otonomi Daerah memperbolehkan pemerintah daerah meminjam uang dari kreditur asing. Sebaliknya, UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah hanya memperkenankan pinjaman dari pemerintah pusat. Memang, ada kontradiksi. Tetapi, menurut Anshari, sebaiknya UU tersebut diberlakukan dahulu. "Memang ada niat untuk memperbaiki. Tetapi, sebaiknya dilaksanakan dulu sehingga diketahui kekurangan untuk revisi yang paling baik," kata dia beralasan.

Anshari menambahkan, secara keseluruhan, isi kedua UU itu dinilai lebih memberikan ruang gerak bagi daerah dalam memecahkan kesulitan pendanaan. Maklum, selama ini, hal tersebut diatur diatur oleh pemerintah pusat.(TNA/Jufri Alkatiri dan Anto Susanto)